Dalam era modern ini, perdebatan seputar penggunaan energi fosil dengan energi terbarukan semakin mendalam. Energi fosil, seperti minyak, gas, dan batu bara, telah lama menjadi tulang punggung sumber daya energi global, namun, kekhawatiran akan dampak lingkungan dan keterbatasannya semakin memicu pergeseran menuju sumber daya yang lebih berkelanjutan. Energi terbarukan, yang melibatkan sumber daya seperti matahari, angin, air, dan biomassa, dianggap sebagai solusi yang lebih ramah lingkungan.
Salah satu argumen utama dalam mendukung energi fosil adalah ketergantungan yang telah lama terbentuk di sekitar sumber daya ini. Industri, transportasi, dan sebagian besar sektor ekonomi bergantung pada bahan bakar fosil untuk menjalankan operasionalnya.
Para kritikus energi terbarukan berpendapat bahwa sumber daya ini belum sepenuhnya dapat menggantikan energi fosil dalam skala besar, dan ketidakstabilan pasokan dari energi terbarukan, seperti ketidakpastian cuaca yang memengaruhi produksi listrik surya dan angin, menjadi tantangan serius.
Proses transisi dari energi fosil ke energi terbarukan memerlukan investasi yang signifikan dalam infrastruktur baru. Pembangunan pembangkit listrik tenaga surya, turbin angin, dan infrastruktur penyimpanan energi dapat menghasilkan biaya yang tinggi.
Beberapa pihak berpendapat bahwa biaya ini dapat menjadi beban ekonomi yang tidak dapat diatasi, terutama oleh negara-negara berkembang yang masih mengandalkan sumber daya fosil sebagai tulang punggung ekonomi mereka.
Industri energi fosil, terutama di sektor minyak dan gas, menyediakan lapangan kerja bagi jutaan orang di seluruh dunia. Transisi ke energi terbarukan dapat menyebabkan pengurangan lapangan kerja di sektor-sektor ini. Selain itu, perubahan sosial di komunitas-komunitas yang bergantung pada industri energi fosil dapat menyulitkan adaptasi mereka terhadap perubahan ekonomi.
Beberapa penentang energi terbarukan berpendapat bahwa teknologi yang diperlukan untuk menyimpan dan mendistribusikan energi terbarukan masih belum matang. Mereka menganggap bahwa energi terbarukan masih kurang efisien dibandingkan dengan energi fosil dan bahwa fokus harus diberikan pada pengembangan teknologi energi fosil yang lebih bersih daripada mengganti seluruh sistem.
Baca juga: Carbon Capture and Storage (CCS) di Indonesia Sudah Dilaksanakan pada Operasi Hulu
Beberapa negara telah menjadi pionir dalam transisi energi fosil menuju energi berkelanjutan, meliputi Denmark, yang mencapai lebih dari 50% energi terbarukan dalam pemenuhan kebutuhan listriknya melalui pembangkit listrik tenaga angin; Islandia, yang mengandalkan sumber daya geotermal untuk hampir seluruh kebutuhan energinya; dan Swedia, yang berhasil mengintegrasikan energi angin dan hidroelektrik sehingga lebih dari setengah listriknya berasal dari sumber terbarukan.
Salah satu argumen paling kuat yang mendukung energi terbarukan adalah dampak positifnya pada lingkungan dan perubahan iklim. Penggunaan energi fosil telah menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca, yang menjadi penyebab utama perubahan iklim global. Energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, tidak menghasilkan emisi karbon sebanyak energi fosil dan dapat membantu mengurangi jejak karbon global.
Sumber daya energi terbarukan, seperti sinar matahari, angin, dan air, tersedia secara melimpah dan dapat diperbaharui. Hal ini berbeda dengan energi fosil yang merupakan sumber daya terbatas dan dapat habis. Energi terbarukan menawarkan solusi jangka panjang yang dapat mendukung kebutuhan energi manusia tanpa merusak lingkungan atau menguras sumber daya alam secara berlebihan.
Baca juga: Keanekaragaman Hayati Indonesia, Sumber Kehidupan yang Harus Dilestarikan
Pengembangan teknologi energi terbarukan terus berkembang pesat. Inovasi dalam bidang penyimpanan energi, efisiensi sel surya, dan turbin angin terus meningkat, membuat energi terbarukan semakin dapat bersaing secara ekonomis dengan energi fosil. Teknologi ini juga dapat membuka peluang baru dalam menciptakan lapangan kerja di sektor energi terbarukan.
Bergantung pada energi fosil dapat membuat suatu negara rentan terhadap fluktuasi harga dan pasokan global. Dengan beralih ke energi terbarukan, negara-negara dapat mencapai kemandirian energi, mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil, dan meningkatkan keamanan energi nasional.
Perdebatan antara energi fosil dan energi terbarukan merupakan bagian integral dari transformasi energi global. Sementara energi fosil telah membantu membentuk dunia modern yang kita kenal, tantangan lingkungan dan perubahan iklim memaksa kita untuk mencari solusi yang lebih berkelanjutan. Meskipun masih ada kontra terhadap energi terbarukan, perkembangan teknologi dan penurunan biaya pembangunan infrastruktur telah membuatnya semakin realistis sebagai solusi masa depan.
Transisi menuju energi terbarukan memang tidak mudah dan memerlukan dukungan lintas sektor dari pemerintah, industri, dan masyarakat. Namun, manfaat jangka panjangnya, termasuk peningkatan lingkungan, ketersediaan sumber daya, dan kemandirian energi, membuatnya menjadi pilihan yang menarik. Sebagai masyarakat global, kita dihadapkan pada tugas untuk menyeimbangkan kebutuhan energi sekarang dengan tanggung jawab kita terhadap generasi mendatang.