Kesejahteraan Pangan di Indonesia dimulai dari Pertanian

Di lingkungan tempat tinggal saya, terdapat sebuah sungai yang mengalir di belakang rumah. Sungai tersebut hanya dipisahkan dari rumah oleh saluran air dan dataran yang sedikit lebih tinggi, yang sebagian besar dimanfaatkan sebagai kebun. Sungai ini menjadi sumber kehidupan utama, menyediakan air untuk kebutuhan sehari-hari dan pengairan bagi warga sekitar.

Sayangnya, suatu hari saya mendapati air sungai yang biasanya jernih berubah menjadi keruh, bahkan menghitam. Ikan-ikan terlihat terkapar di atas bebatuan di tengah sungai. Saat saya memperhatikan lebih dekat, tampak serat-serat hitam tipis melayang di dalam air. Pemandangan itu sungguh menyedihkan.

Beberapa orang dewasa yang awalnya hendak mencuci pakaian, memancing, atau menemani anak-anak yang biasa bermain dengan ban bekas di sungai, terpaksa menghentikan kegiatan mereka. Mereka hanya bisa berdiri sambil menggelengkan kepala, kecewa melihat kondisi sungai yang semakin memburuk.

Di kebun sekitar, tanaman pun mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan. Daunnya menguning, layu, bahkan mengering. Saya mendengar salah satu warga berkomentar, “Pasti limbah pabrik gula dibuang lagi ke sungai,” yang langsung diiyakan oleh orang lain di dekatnya.

Tak jauh di utara, terdapat pabrik gula peninggalan Belanda yang masih beroperasi. Limbah pabrik tersebut kerap kali dibuang ke sungai, mengubah warna air menjadi hitam pekat. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, bukan hanya limbah yang merusak sungai ini, tetapi juga sampah yang terus menumpuk.

Ironisnya, satu-satunya harapan kami—tumbuhan yang mampu menyerap polutan dan menghijaukan kembali lingkungan—harus tergusur oleh pembangunan. Dalam satu dekade terakhir, lebih dari sepertiga wilayah hutan dan lahan agraria di Indonesia telah berubah menjadi kawasan gedung-gedung beton, mengikis sumber daya alam yang dulu melindungi ekosistem sungai kami.

Jika sudah begitu, akan sangat sulit membicarakan tentang upaya menyejahterakan rakyat. Belum lagi urusan kemiskinan, ketahanan pangan, kesehatan, juga pengetahuan yang akan selalu berkaitan. Mengapa? Karena substansi itulah yang membentuk pola pikir komunitas dan menanamkan idealisme pada masyarakat.

Selain masalah pencemaran lingkungan, kita juga menghadapi tantangan lain yang tak kalah serius: semakin berkurangnya lahan hutan dan pertanian di Indonesia dari tahun ke tahun. Kamu pasti paham betul bagaimana pentingnya peran hutan dan tanaman dalam menjaga keseimbangan kehidupan kita, meskipun ada faktor-faktor lain yang juga berkontribusi.

Di daerah pedesaan tradisional, potensi sumber daya alam hayati sangat kaya dan beragam. Kekayaan inilah yang sering kali menjadi andalan masyarakat desa untuk bertahan saat kekurangan bahan pangan. Mereka memiliki kemandirian dan ketahanan pangan yang lebih kuat dibandingkan masyarakat urban, yang lebih bergantung pada pasokan dari luar.

Namun, permasalahan besar seperti ini tidak bisa diselesaikan oleh satu individu saja, meskipun orang tersebut memiliki pengaruh yang luas. Diperlukan kerja sama, daya juang, serta kesadaran kolektif untuk menghadapi tantangan ini.

Membangun kesadaran tersebut membutuhkan perubahan di berbagai bidang, karena setiap aspek kehidupan saling terkait. Jika saya menjadi seorang pemimpin, salah satu hal krusial yang akan saya prioritaskan untuk memperkuat ketahanan masyarakat adalah pendidikan. Pendidikan yang kuat akan menjadi pondasi, sebelum kemudian berfokus pada sektor pertanian sebagai salah satu pilar utama dalam menjaga keberlanjutan hidup masyarakat.

Program untuk mendukung pertumbuhan emisi rendah karbon di Indonesia

Keuntungan Emisi Karbon Rendah di Indonesia (Apabila tercapai)

Selain menghadapi masalah pencemaran dan lahan yang semakin berkurang, Indonesia juga memiliki peluang besar dalam mengurangi emisi karbon. Keuntungan dari pencapaian emisi rendah karbon tidak hanya berdampak positif bagi lingkungan, tetapi juga ekonomi dan kualitas hidup masyarakat. Jika Indonesia berhasil menurunkan emisi karbon, terutama dari sektor industri dan pertanian, akan ada berbagai manfaat yang bisa dirasakan.

Sebagai contoh, menurut data dari Climate Action Tracker, jika Indonesia mampu mencapai target penurunan emisi karbon hingga 29% pada tahun 2030, kualitas udara akan membaik secara signifikan. Ini tidak hanya akan mengurangi penyakit pernapasan akibat polusi udara, tetapi juga mengurangi biaya kesehatan nasional. Selain itu, emisi rendah karbon juga bisa meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia di pasar global, terutama di negara-negara yang mengutamakan standar hijau dan lingkungan.

Keuntungan lainnya adalah sektor pertanian akan mendapatkan manfaat jangka panjang. Dengan lahan pertanian yang tetap hijau dan terjaga dari degradasi akibat perubahan iklim, produktivitas tanaman akan meningkat. Masyarakat desa yang sudah mandiri dan berdaulat pangan, seperti yang disebutkan sebelumnya, akan semakin kuat. Dengan pengelolaan emisi yang baik, ketahanan pangan menjadi lebih stabil, terutama dalam menghadapi tantangan iklim yang ekstrem.

Dengan kata lain, peralihan menuju ekonomi rendah karbon tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga menjadi strategi ketahanan yang memperkuat pendidikan dan sektor pertanian. Ketika semua aspek ini saling bersinergi, Indonesia dapat menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan sejahtera, tidak hanya bagi masyarakat pedesaan, tetapi juga bagi generasi mendatang.

Mengapa Pendidikan?

Sederhana, semua saling berkaitan dalam menyusun komponen dasar kehidupan.

Aspek Pengetahuan Agrikultur dan Pertanian

Dasar dari segala pengembangan adalah pengetahuan, dan yang paling dominan memiliki peran dalam mengembangkan pengetahuan adalah pendidikan. Namun, selama ini dalam penerapan pengajaran dalam pendidikan ada yang kurang tepat. Selain itu, pendidikan yang kemudian menanamkan pola pikir juga akan berhubungan dengan bidang lain yang menyokongnya.

Kenyataan di lapangan, penerapan pendidikan berbasis teks dan teori belum cukup untuk menumbuhkan rasa kritis pada jiwa pemuda. Padahal, nilai inilah yang seharusnya dikukuhkan untuk pembangunan negara yang lebih baik.

Sebagai contoh, pemuda yang berprofesi sebagai petani tidak diindahkan dibandingkan dengan mereka yang berhasil menjadi karyawan, atau PNS. Realita ini masih kerap mendominasi pemikiran masyarakat desa sehingga memaksa para pemuda untuk merantau. Padahal, tanah garapan di desa masih cukup luas. Bila dikembangkan, prospek pangan ke depannya bisa lebih terjamin.

Namun, hal itu luntur sebab tenaga muda yang lebih dulu kalap dengan dogma masyarakat yang demikian sehingga lebih memilih menjadi buruh. Ditambah penghasilan petani yang tidak menentu membuat banyak orang memandang buruh tani dengan pekerjaan kasta ‘rendah’.

Sudah saatnya paradigma seperti itu diperbaiki ulang. Tidak ada yang salah dengan segala profesi, yang salah hanyalah penerapan pengetahuan dan pola pikir masyarakat yang semua bermula dari pengetahuan.

Sudah saatnya pertanian dan kearifan lokal diberikan perhatian. Menciptakan generasi yang mampu berpikir kritis dan menciptakan inovasi yang mampu bersaing secara global.

Baca juga: Metodologi Pengambilan Sampel Tanah Utuh dan Terganggu di Lapangan

Seperti apa daya saing yang mampu mengubah pola pikir masyarakat?

Benar sekali, banyak pemuda di Indonesia yang sebenarnya menjadi penggerak perubahan, terutama di sektor pertanian, namun sayangnya sering kali mereka kurang mendapatkan perhatian atau publikasi yang layak.

Contohnya adalah Salama dari Desa Btang Pelat, Sumbawa, dan Apni Naibaho dari Pematang Siantar. Keduanya merupakan inspirasi bagi banyak pemuda lainnya, karena mampu membawa gagasan cemerlang yang tidak hanya membantu petani di daerah mereka, tetapi juga mendukung pengembangan pertanian berkelanjutan di Indonesia.

Salama dan Apni Naibaho berfokus pada benih dan tanaman organik, yang sangat relevan dalam menjawab tantangan pertanian modern. Dengan mengutamakan metode pertanian organik, mereka berhasil meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil pertanian di daerahnya.

Selain itu, mereka juga aktif membantu petani setempat dengan memberikan edukasi dan akses terhadap teknologi pertanian yang lebih baik, sehingga komoditas pertanian lokal dapat bersaing di pasar yang lebih luas.

Keberadaan pemuda seperti Salama dan Apni Naibaho menunjukkan bahwa pemuda Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan, khususnya dalam sektor vital seperti pertanian.

Praktik menjadi petani organik

Kita membutuhkan pemuda seperti mereka. Tahukah kendala awal yang harus dihadapi?

Bahkan, saya kenal seorang alumni HI UGM yang memutuskan menjadi petani di kampung halamannya, justru menjadi bahan cibiran. Yang mereka butuhkan adalah dukungan lebih dari segi publikasi, pelatihan, dan akses ke pasar agar inisiatif-inisiatif mereka bisa terus berkembang dan menginspirasi lebih banyak orang di seluruh negeri.

Apakah menjadi petani salah?

Tentu tidak. Yang salah hanyalah paradigma masyarakat. Dan untuk mengubahnya, kita harus merombak akarnya, yakni pendidikan.

Peran Generasi Muda dalam Membangun Keseimbangan dan Kemajuan Indonesia

Kita sebagai generasi muda sudah sepatutnya meletakkan perhatian lebih pada hal ini. Topik ini menyangkut problematika jangka panjang yang tentunya tidak dapat diselesaikan dalam sekali peninjuan.
Pernahkah terpikir untuk menyelenggarakan program pelestarian lahan pertanian? Praktik ini sebenarnya diterapkan di negeri Paman Sam dengan istilah “The Farmland Preservation Program.”
Kita mungkin bisa mengadopsi ide dan memodifikasinya sesuai dengan keadaan di Indonesia. Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam program ini, antara lain:
Status
Produktivitas pertanian dan kehutanan serta tingkat perlindungan yang umumnya stabil dan mendekati tingkat yang ditargetkan. Saat ini ada sekitar 41.000 hektar lahan pertanian yang dikategorikan di wilayah tersebut (Negara bagian Amerika). Beberapa di antaranya tidak dapat ditanami karena lahan basah, lereng curam, dan kondisi lainnya.
Tingkat perlindungan hutan tetap pada atau mendekati target, dengan sekitar 30% hektar pedesaan dicakup oleh rencana pengelolaan atau terdaftar dalam program insentif.
Faktor yang memengaruhi
Pasar untuk produk pertanian dan kayu, prioritas pemilik tanah, insentif konservasi, dan preferensi konsumen semuanya bergantung pada keputusan pemilik tanah yang mempengaruhi konservasi.
Alokasi anggaran
Perubahan peraturan dan kebijakan semuanya memainkan peran dalam konservasi tanah dan kegiatan akuisisi King County. Misalnya, kemampuan Program Pelestarian Lahan Pertanian untuk membeli hak pengembangan bergantung pada pendanaan yang tersedia, dan nilai lahan pertanian sangat bervariasi bergantung pada lokasi pertanian di kabupaten tersebut.
Tanggapan DNRP (Lembaga pengelola konservasi)
DNRP telah memajukan berbagai program inovatif untuk mendorong dan mendukung konservasi tanah dan sumber daya. Ini termasuk:
  • Program Transfer Hak Pembangunan;
  • Program insentif Perpajakan Penggunaan Saat Ini;
  • Aksi Lokal tentang Keanekaragaman Hayati;
  • Program Pelestarian Lahan Pertanian; dan
  • Berbagai program Konservasi Hutan
Yang dapat Anda lakukan:
Pemilik tanah yang tertarik untuk meningkatkan praktik konservasi memiliki berbagai sumber daya yang berguna untuk dimanfaatkan. Tindakan penting mungkin termasuk:
  • Kembangkan rencana konservasi dan / atau perlindungan keanekaragaman hayati
  • Selidiki program insentif perlindungan sumber daya
  • Transfer hak pengembangan

Itu yang dilakukan oleh badan pengembangan dan akuisisi konservasi Amerika. Mengapa masing-masing dari kita tidak bekerja sama dengan mengajak masyarakat dari berbagai daerah, atas presisi mahasiswa yang ada di seluruh Indonesia.

Kemudian, wilayah-wilayah yang terdaftar sebagai lahan mati (Tidak dapat diolah) dikembangkan dengan alternatif menanam tanaman lain. Ambil saja contoh tanaman jarak.

Jarak adalah tanaman yang mampu bertahan hampir di segala kondisi lingkungan, termasuk di lingkungan mati. Minyak yang disintesis dari biji jarak juga memiliki potensi lebih baik sebagai biodiesel daripada minyak kelapa sawit.

Daripada lahan mati dibiarkan mati begitu saja, atau mungkin direhabilitasi ulang (yang tentunya membutuhkan waktu sangat lama). Peluang ini justru lebih baik dikembangkan dengan menciptakan inovasi baru dan tidak tergantung pada konsep tradisional saja.

Baca juga: Tikus Ompong, Hewan Pengerat Spesies Baru dari Indonesia

www.angphotorion.com

Integritas yang bisa dicanangkan untuk mendistribusikan hasil bumi yang kelak dipanen adalah melalui suatu aplikasi. Bukankah ini zamannya sudah zaman digital?

Berbagai produk pertanian juga masih terkendala teknis, mulai dari dari sistem irigasi (untuk daerah yang minim air atau air tercemar), sarana distribusi, serta konsumen. Beberapa orang yang memiliki ide cemerlang juga tenggelam karena minimnya publikasi. Padahal, ini bagian yang paling penting sekali!

Distribusi juga harus sedia dilakukan mengingat sarana di luar Pulau Jawa yang masih minim. Langkah untuk mengatasi hal ini satu-satunya adalah dengan menggandeng pemerintah.

Oleh karena itu, permasalahan ini bukanlah satu masalah yang bisa digenapi hanya dari satu individu. Beberapa aspek yang ada juga memerlukan sokongan serta bantuan dari berbagai pihak.

Sinergisme Gerakan Berpikir Kritis untuk menciptakan Indonesia lebih baik

Jika saya menjadi pemimpin, hal utama yang ingin saya benahi adalah di sistem pendidikan. Dunia pendidikan seharusnya tidak mewajibkan siswa bisa semuanya, cukup fokus pada kelebihan mereka. Sehingga, kelak mereka tahu dan tidak linglung saat akan mengambil keputusan apa untuk masa depannya.

Merombak sistem yang lebih linier pada praktik dan kegiatan yang merangsang siswa untuk berpikir kritis sejak dini, kepekaan terhadap lingkungan, bahkan menguraikan jawaban permasalahan dari sebuah kasus yang muncul. Sebisa mungkin, siswa diajarkan taktik lapangan, tidak berpacu pada teks dan teori yang kemudian malah merusak bayangan akan masa depan mereka.

Ditambah, adanya pengukuhan yang kuat dalam pendidikan, maka pola pikir siswa akan lebih terarah. Dampaknya, dalam beberapa tahun ke depan, generasi yang tercetak adalah mereka yang mampu mengendalikan pola pikir masyarakat dengan membuat gebrakan inovasi baru, khususnya di bidang pertanian secara menyeluruh.

Bayangkan, banyaknya sarjana di Indonesia dalam satu universitas pasti dari daerah yang berbeda. Jika mereka kembali ke kampung halamannya karena pola pikir nasionalis dan keinginan mengembangkan masing-masing wilayahnya dan saling berintegritas dengan wilayah lain, maka gerakan kemajuan dan sinergisme pertumbuhan ketahanan masyarakat di berbagai bidang dapat dicapai.

Baca juga: Regulasi Carbon Capture and Storage (CCS) untuk Keberlanjutan Indonesia

Kesejahteraan pangan di Indonesia secara menyeluruh dimulai dari bahan pangan

Selama ini fokus pemerintah dominan pada distribusi beras. Padahal, bahan makanan pokok beragam, seperti singkong, ubi, sagu, dan lain-lain. Adanya pembangunan memang suatu hal yang tidak dapat terelakkan selama bergulirnya waktu menuju era kemajuan.

Saat ini, pemerintah tengah fokus dalam pengembangan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Hal ini telah menjadi PR yang dikuatkan dalam UU Pangan (UU No.18 Tahun 2012), UU Sistem budidaya Pertanian Berkelanjutan (UU 22 Tahun 2019) dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU No.19 Tahun 2013).

Tugas kita sebagai generasi muda adalah memberikan dukungan serta gebrakan inovasi yang mampu memberikan dampak signifikan dalam pertumbuhan agrikultur itu sendiri. Sebuah inovasi diperlukan untuk menghadapi situasi dimana ketersediaan lahan akan menyusut dan semakin menipis hingga mungkin kelak tidak ada lagi tanah yang tersisa karena digantikan beton.

Pengembangan riset serta penemuan yang menunjang pertanian diperlukan terutama dalam pengadaan pangan yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Di sisi lain keragaman hayati yang telah banyak dimanfaatkan masyarakat di daerah tropis hutan hujan.

Selain itu, hasil pengembangan yang telah ditemukan diharapkan mampu diaplikasikan dalam jangka panjang. Sayangnya, selama ini pemerintah belum terlalu menaruh perhatian pada perkembangan penelitian ini sendiri. Sebuah permasalahan baru dimana penelitian itu membutuhkan biaya besar.

Sebenarnya, kenapa ragu? Jika itu bisa dianggap sebuah investasi kemajuan jangka panjang. Daripada fokus pada penyelesaian masalah jangka pendek, seperti bantuan UMKM dan Prakerja yang hanya fokus pada beberapa subyek saja. Sedangkan, perhatian bantuan untuk kemajuan pertanian dan buruh taninya sendiri masih terabaikan.

Seperti halnya pemanfaatan lahan sempit untuk bisa tetap digunakan bercocok tanam dengan aquaculture dan/atau hidroponik. Beberapa limbah yang tidak terpakai hingga layak disebut sampah pun masih memiliki nilai ekonomis jika kita berpikir kritis dan berkemauan untuk bergerak.

Mungkin, kamu bisa membaca artikel Pirolisis: Teknik Mengubah Sampah Plastik menjadi Bahan Bakar Minyak

Masyarakat tradisional juga tetap memiliki lebih banyak peluang dalam meningkatkan kemandirian mencukupi kebutuhan pangan. Itu karena masyarakat tradisional yang dominan berada di desa lebih banyak memiliki luas lahan serta keragaman pertanian dan perkebunan yang dimiliki.

Sayangnya, siapapun yang memutuskan untuk terjun menjadi petani, sekali lagi masih belum dapat apresiasi. Padahal, seutuhnya berkat petani lah, kebutuhan pangan nasional dapat tersokong meskipun belum seutuhnya swadaya.

Sudah saatnya profesi sebagai petani perlu dikuatkan dan diubah stereotip pekerjaan kasta ‘rendah’ untuk kemudian bisa lebih dihargai. Fasilitas sarana prasarana yang dapat menunjang kebutuhan pertanian harus mulai diperhatikan.

Ketahanan pangan menjadi salah satu indikator di mana suatu negara bisa mencapai kesejahteraan secara menyeluruh.

Penunjang pertanian seperti irigasi, pemuliaan benih, distribusi hasil pertanian, penyuluhan, serta penguatan profesi sangat diperlukan. Seperti halnya sumber air yang tercemar, harus segera diselesaikan, plastik yang bersimbah dimana-mana harus segera dicari alternatif jalan keluarnya.

Mengapa? Seperti halnya kasus yang telah saya jabarkan di atas tadi. Air yang tercemar membuat tanaman-tamanan perkebunan, juga hasil pertanian layu dan kering. Sebab itu, segala aspek kehidupan ini, mulai dari pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, dan sebagainya itu saling memiliki keterkaitan. Satu sama lain saling memengaruhi, tidak bisa dipisahkan menjadi satu fokus begitu saja.

Dan perombakan yang paling utama adalah pada pendidikan dimana perannya yang sangat krusial untuk mengubah pola pikir dan paradigma yang tertanam dalam jiwa masyarakat tradisional.

Sudah saatnya kita melek perubahan. Juga kita harus kritis akan kemajuan. Serta keinginan untuk terus bersaing dalam inovasi dalam jangka panjang demi kemaslahatan bersama.

tertarik mencobanya? Kamu bisa belajar pertanian modern sekaligus juga berperan sebagai penggerak mitigasi iklim dengan bergabung dalam komunitas Angphot. Selengkapnya lihat ketentuan dalam halaman kami. Katalog produk pertanian inovasi dari pengelolaan food waste dan hidroponik, serta karya kreatif bisa kamu lihat di Katalog Angpot.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *